I. PENDAHULUAN
Sorgum (
Sorghum bicolor L.) adalah tanaman serealia yang
potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada
daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Keunggulan sorgum
terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap
kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih
tahan terhadap hama dan penyakit dibading tanaman pangan lain. Selain
itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga
sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan
ternak alternatif.
Tanaman sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia
khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan
nama
Cantel, dan biasanya petani menanamnya secara tumpang
sari dengan tanaman pangan lainnya. Produksi sorgum Indonesia masih
sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di
pasar-pasar.
Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia tapi berasal dari
wilayah sekitar sungai Niger di Afrika. Domestikasi sorgum dari Etiopia
ke Mesir dilaporkan telah terjadi sekitar 3000 tahun sebelum masehi.
Sekarang, sekitar 80 % areal pertanaman sorgum berada di wilayah
Afrika dan Asia, namun produsen sorgum dunia masih didominasi oleh
Amerika Serikat, India, Nigeria, Cina, Mexico, Sudan dan Argentina.
Di Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani khususnya di
Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, sering
ditanam oleh petani sebagai tanaman sela atau tumpang sari dengan
tanaman lainnya. Budidaya, penelitian dan pengembangan tanaman sorgum
di Indonesia masih sangat terbatas, bahkan secara umum produk sorgum
belum begitu populer di mastarakat. Padahal sorgum memiliki potensi
besar untuk dapat dibudidayakan dan dikembangkan secara komersial
karena memiliki daya adaptasi luas, produktivitas tinggi, perlu input
relatif lebih sedikit, tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, serta
lebih toleran kondisi marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan masam).
Dengan daya adaptasi sorgum yang luas tersebut membuat sorgum
berpeluang besar untuk dikemangkan di Indonesia sejalan dengan
optimalisasi pemanfaatan lahan kosong, yang kemungkinan berupa lahan
marginal, lahan tidur, atau lahan non-produktif lainnya.
Sorgum adalah tanaman serbaguna yang banyak kegunaannya. Sebagai
sumber bahan pangan global sorgum berada di peringkat ke-5 setelah
gandum, padi, jagung dan barley. Sedangkan menurut laporan U.S. Grain
Council (2005), di Amerika Serikat sorgum merupakan serealia terpenting
ketiga. Sorgum dilaporkan memiliki kandungan nutrisi yang baik, bahkan
kandungan protein dan unsur-unsur nutrisi penting lainnya lebih tinggi
daripada beras sperti terlihat dalam Tabel 1.
Selain digunakan sebagai sumber pangan, sorgum juga dimanfaatkan
untuk pakan ternak, yaitu biji sorgum untuk bahan campuran ransum pakan
ternak unggas, sedangkan batang dan daun sorgum (stover) untuk ternak
ruminansia.
Biji sorgum yang mengandung karbohidrat cukup tinggi sering
digunakan sebagai bahan baku bermacam industri seperti industri beer,
pati, gula cair (sirup), jaggery (semacam gula merah), etanol, lem,
cat, kertas, degradable plastics dan lain-lain. Adapula jenis sorghum
yang batangnya mengandung kadar gula cukup tinggi dan disebut sorgum
manis (sweet sorghum). Sorgum manis sangat ideal digunakan untuk pakan
ternak ruminansia, gula cair (sirup), jaggery dan bioetanol .
Sorgum memiliki potensi hasil yang relatif lebih tinggi dibanding
padi, gandum dan jagung. Bila kelembaban tanah bukan merupakan faktor
pembatas, hasil sorgum dapat melebihi 11 ton/ha dengan rata-rata hasil
antara 7-9 ton/ha. Pada daerah dengan irigasi minimal, rata-rata hasil
sorgum dapat mencapai 3-4 ton/ha. Selain itu, sorgum memiliki daya
adaptasi luas mulai dari dataran rendah, sedang sampai dataran tinggi.
Hasil biji yang tinggi biasanya diperoleh dari varietas sorgum berumur
antara 100-120 hari. Varietas sorgum berumur dalam cenderung akan cocok
bila digunakan sebagai tanaman pakan ternak (
forage sorghum).
Sorgum terkenal sebagai tanaman yang tahan tumbuh pada kondisi
kekeringan. Secara fisiologis, permukaan daun sorgum yang mengandung
lapisan lilin dan sistem perakaran yang ekstensif, fibrous dan dalam
cenderung membuat tanaman efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air
(laju evavotranspirasi sangat rendah). Untuk menghasilkan 1 kg
akumulasi bahan kering sorgum hanya memerlukan 332 kg air, sedangkan
jagung, barley dan gandum berturut-turut memerlukan 368, 434 dan 514 kg
air. Dibanding tanaman jagung, sorgum juga memiliki sifat yang lebih
tahan terhadap genangan air, kadar garam tinggi dan keracunan aluminium
.
Berdasarkan bentuk malai dan tipe spikelet, sorgum diklasifikasikan
ke dalam 5 ras yaitu ras Bicolor, Guenia, Caudatum, Kafir, dan Durra.
Ras Durra yang umumnya berbiji putih merupakan tipe paling banyak
dibudidayakan sebagai sorgum biji (
grain sorgum) dan digunakan
sebagai sumber bahan pangan. Diantara ras Durra terdapat varietas yang
memiliki batang dengan kadar gula tinggi disebut sebagai sorgum manis (
sweet sorghum). Sedangkan ras-ras lain pada umumnya digunakan sebagai biomasa dan pakan ternak.
II. DESKRIPSI TANAMAN SORGUM
2.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi ilmiah tanaman sorgum menurut USDA (
United States Departement of Agriculture) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subklas : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus :
Sorghum Moench.
Terdapat 30 spesies sorgum, yaitu :
Sorghum almum, Sorghum amplum, Sorghum angustum, Sorghum arundinaceum, Sorghum bicolor, Sorghum brachypodum, Sorghum bulbosum, Sorghum burmahicum, Sorghum controversum, Sorghum drummondii, Sorghum ecarinatum, Sorghum exstans, Sorghum grande, Sorghum halepense. Sorghum interjectum,Sorghum intrans,Sorghum laxiflorum,Sorghum leiocladum, Sorghum macrospermum, Sorghum matarankense,Sorghum miliaceum, Sorghum nitidum, Sorghum plumosum, Sorghum propinquum, Sorghum purpureosericeum, Sorghum stipoideum, Sorghum timorense, Sorghum trichocladum, Sorghum versicolor, Sorghum virgatum, Sorghum vulgare, Andropogon sorghum.
2.2 Morfologi Tanaman Sorgum
Tanaman sorgum (
Sorghum bicolor) merupakan tanaman graminae
yang mampu tumbuh hingga 6 meter. Bunga sorgum termasuk bunga sempurna
dimana kedua alat kelaminnya berada di dalam satu bunga. Bunga sorgum
merupakan bunga tipe
panicle (susunan bunga di tangkai). Rangkaian bunga sorgum berada di bagian ujung tanaman.
Bentuk tanaman ini secara umum hampir mirip dengan jagung yang
membedakan adalah tipe bunga dimana jagung memiliki bunga tidak
sempurna sedangkan sorgum bunga sempurna. Morfologi dari tanaman sorgum
adalah:
- Akar : tanaman sorgum memiliki akar serabut
- Batang : tanaman sorgum memiliki batang tunggal yang terdiri atas ruas-ruas
- Daun : terdiri atas lamina (blade leaf) dan auricle
- Rangkaian bunga sorgum yang nantinya akan menjadi bulir-bulir sorgum.
Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan
epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum
mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah. Lapisan
lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman
kekeringan.
Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira
-kira 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 mg – 50 mg,
rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibagi atas:
- sorgum biji kecil (8 – 10 mg)
- sorgum biji sedang ( 1 2 – 24 mg)
- sorgum biji besar (25-35 mg)
Kulit biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat. Sorgum putih
disebut sorgum kafir dan yang ber-warna merah/cokelat biasanya
termasuk varietas Feterita. Warna biji in] merupakan salah satu
kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang
akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk
digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya. Sedangkan
varietas yang berwarna gelap akan menghasilkan tepung yang berwarna
gelap dan rasanya lebih pahit. Tepung jenis ini cocok untuk bahan dasar
pembuatan minuman. Untuk memperbaiki warna biji ini, biasanya
digunakan larutan asam tamarand atau bekas cucian beras yang telah
difermentasikan dan kemudian digiling menjadi pasta tepung.
III. BUDIDAYA TANAMAN SORGUM
3.1 Syarat Tumbuh
Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan dilahan
kurang subur, air yang terbatas dan masukkan (input) yang rendah,
bahkan dilahan yang berpasir pun sorgum dapat dibudidayakan. Namun
apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman
sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang.
Menurut hasil penelitian, lahan yang cocok untuk pertumbuhan yang optimum untuk pertanaman sorgum adalah :
· Suhu optimum 23° 30° C
· Kelembaban relatif 20% 40%
· Suhu tanah ± 25° C
· Ketinggian ≤ 800 m dpl
· Curah hujan 375 – 425 mm/th
· pH 5,0 – 7,5
Selain persyaratan di atas sebaiknya sorgum jangan ditanam di tanah
podzolik merah kuning yang masam, namun untukmemperoleh pertumbuhan dan
produksi yang optimal perlu dipilih tanah ringan atau mengandung pasir
dan bahan organik yang cukup. Tanaman sorgum dapat beradaptasi pada
tanah yang sering tergenang air pada saat banyak turun hujan apabila
system perakarannya sudah kuat.
3.2 Penyiapan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, kemudian
dicangkul atau dibajak 2 kali setelah itu baru digaru dan diratakan.
Setelah tanah diratakan, dibuat saluran drainase di sekeliling atau di
tengah lahan. Ukuran petakan disesuaikan dengan keadaan lahan. Untuk
lahan yang hanya mengandalkan residu air tanah, pengolahan hanya
dilakukan secara ringan dengan mencangkul tipis permukaan tanah untuk
mematikan gulma.
Pengolahan tanah secara ringan sangat efektif untuk menghambat
penguapan air tanah sampai tanaman panen. Tanah yang sudah diolah
sebaiknya diberikan pupuk organik, misalnya pupuk kandang atau kompos.
Pengolahan tanah ini bertujuan antara lain untuk memperbaiki struktur
tanah, memperbesar persediaan air, mempercepat pelapukan, meratakan
tanah dan memberantas gulma. Sebaiknya pengolahan tanah paling baik
dilakukan 2 4 minggu sebelum tanam.
3.3 Pemilihan Varietas
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yang harus diperhatikan adalah
penanaman jenis varietas unggul yang cocok dan sesuai dengan lingkungan
hidup setempat serta penerapan teknik budidaya yang tepat. Varietas
unggul yang dianjurkan untuk ditanam harus memperhatikan kegunaan dan
lingkungan tumbuhnya. Untuk keperluan konsumsi manusia (pangan)
varietas yang dianjurkan antara lain UPCA S1, Keris, Badik dan Hegari
Genjah. Karena varietas ini mempunyai keunggulan seperti berumur
genjah, tinggi batang sedang, berbiji putih dengan rasa olah sebagai
nasi cukup enak.
Varietas Kawali dan Numbu yang dilepas tahun 2001 juga mempunyai
rasa olah sebagai nasi cukup enak, namun umurnya relatif lebih panjang.
Sedangkan untuk pakan ternak dipilih varietas sorgum yang tahan hama
penyakit, tahan rebah, tahan disimpan dan dapat diratun. Pada
lingkungan yang ketersedian airnya terbatas dan masa tanam yang singkat
dipilih varietasvarietas umur genjah seperti Keris, Badik, Lokal
Muneng dan Hegari Genjah.
Ditinjau dari segi hasil, varietas umur genjah memang hasilnya jauh
lebih rendah daripada varietas umur sedang atau dalam, tetapi
keistimewaannya dapat segera dipanen, menyelamatkan dari resiko
kegagalan hasil akibat kekeringan.
3.4 Waktu Tanam
Sorgum dapat ditanam pada sembarang musim tanam asalkan pada saat
tanaman muda tidak tergenang atau kekeringan. Namun begitu waktu tanam
yang paling baik adalah pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau.
Pada areal yang telah disiapkan sebelumnya dibuatkan lubang tanam
dengan jarak tanam disesuaikan dengan varietas yang digunakan,
ketersediaan air dan tingkat kesuburan tanah. Pada tanah yang kurang
subur dan kandungan air tanah rendah sebaiknya di gunakan jarak tanam
lebih lebar atau populasi tanam dikurangi dari populasi baku
(seharusnya).
3.5 Penanaman
Jarak tanam sorgum dapat bervariasi sesuai dengan varietas yang
digunakan, ketersediaan air tanah dan kesuburan. Untuk mencapai hasil
yang optimum, varietas pendek dan sedang memerlukan jarak tanam yang
lebih rapat dibandingkan dengan varietas tinggi.
Pada jenis varietas sedang sampai batas tertentu terjadi kenaikkan
hasil dengan semakin tingginya populasi tanam. Sedangkan kebutuhan
benih untuk pertanaman sorgum berkisar 10 kg/ha dengan jarak tanam 70
cm x 20 cm atau 15 – 20 kg/ha dengan jarak tanam 60 cm x 20 cm.
Pada tanah yang kurang subur dan kandungan air tanah rendah,
sebaiknya digunakan jarak tanam lebih lebar atau populasi tanam kurang
dari populasi baku. Untuk mengurangi penguapan air tanah, jarak tanam
antar baris dipersempit tetapi jarak dalam baris diperlebar.
Menanam sorgum dapat dilakukan dengan cara ditugal seperti halnya
menanam jagung, bila jarak tanamnya tidak terlalu rapat. Lubang tanam
diisi sekitar 3 5 biji, kemudian ditutup dengan tanah ringan. Penutupan
tanah secara padat dan berat menyebabkan biji sukar berkecambah.
Tanaman rapat dilakukan dengan menyebar biji di sepanjang alur
garitan dan pengaturan jarak tanam dilakukan pada saat penjarangan.
Tetapi cara ini hanya dapat dilakukan pada tanah yang mempunyai
struktur gembur.
Setelah umur 3 minggu, tanaman harus segera dijarangi dan
ditinggalkan 2 tanaman agar dapat tumbuh dan berproduksi secara
optimum. Pertanaman yang hanya mengandalkan residu air tanah tidak
perlu digemburkan. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke 2
(3 – 4 minggu setelah tanam), dengan tujuan untuk memperkokoh
kedudukan tanaman dan untuk menekan penguapan air tanah.
3.6 Pemeliharaan
a. Pengairan
Tujuan pengairan adalah menambah air bila tanaman kekurangan air.
Bila tidak kekurangan maka pengairan tidak perlu dilakukan. Sebaliknya,
bila kebanyakan air justru harus segera dibuang dengan cara membuat
saluran drainase.
Sorgum termasuk tanaman yang tidak memerlukan air dalam jumlah yang
banyak, tanaman ini tahan terhadap kekeringan, tetapi ada masa tertentu
tanaman tidak boleh kekurangan air yaitu :
· Tanaman berdaun empat, masa bunting waktu biji malai berisi; pada waktu tersebut tanaman tidak boleh kekurangan.
· Selama pertumbuhan pemberian air cukup dilakukan 3 – 6 kali setiap 4 – 10 hari
sekali.
· Pemberian air dilakukan pada sore/malam hari, setelah suhu tanah tidak terlalu
tinggi.
· Pemberian air dihentikan setelah biji mulai agak mengeras, hal ini dikarenakan
agar biji dapat masak dengan serempak.
b. Pemupukan.
Tanaman sorgum banyak membutuhkan pupuk N (Nitrogen), Namun demikian
pemupukan sebaiknya diberikan secara lengkap (NPK) agar produksi yang
dihasilkan cukup tinggi. Dosis pemupukan yang diberikan berbeda-beda
tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan varietas yang ditanam,
tetapi secara umum dosis yang dianjurkan adalah 200 kg Urea, 100 kg TSP
atau SP36 dan 50 kg KCl.
Pemberian pupuk Urea diberikan dua kali, yaitu 1/3 bagian diberikan
pada waktu tanam sebagai pupuk dasar bersamasama dengan pemberian pupuk
TSP/SP36 dan KCl. Sisanya (2/3 bagian) diberikan setelah umur satu
bulan setelah tanam. Pemupukan dasar dilakukan saat tanam dengan cara
di tugal sejauh 7 cm dari lubang tanam. Urea dan TSP/SP36 dimasukkan
dalam satu lubang, sedang KCl dalam lubang di sisi yang lain.
Pemupukan kedua juga ditugal sejauh ± 15 cm dari barisan, kemudian
ditutup dengan tanah. Lubang tugal baik untuk pupuk dasar maupun
susulan sedalam ± 10 cm.
c. Penjarangan Tanaman
Pertumbuhan tanaman sorgum biasanya sudah merata/seragam pada umur 2
minggu setelah tanam. Namun demikian tidak semuanya tanaman yang
tumbuh di tiap lubang dengan baik.
Apabila terdapat tumbuh yang kurang baik perlu dilakukan
penjarangan dengan mencabut tanaman yang kurang baik tersebut.
Sehingga pada tiap lubang tersisa tanaman yang terbaik untuk dipelihara
hingga panen.
d. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan mencabut tumbuhan pengganggu (gulma)
hingga perakarannya secara hati-hati, agar tidak mengganggu perakaran
tanaman utama. Keberadaan gulma akan menjadi pesaing bagi tanaman utama
dalam mendapatkan air dan unsur hara yang ada di dalam tanah atau
bahkan menjadi tempat hama atau penyakit.
Oleh sebab itu gulma harus secara rutin disiangi. Gulma yang telah
dicabut sebaiknya ditampung atau dikubur di suatu tempat agar membusuk
sehingga kemudian dapat dijadikan kompos.
e. Pembubunan
Pembubunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah disekitar
tanaman sorgum, kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal batang
tanaman sorgum sehingga membentuk guludanguludan kecil yang bertujuan
untuk mengokohkan batang tanaman agar tidak mudah rebah dan merangsang
terbentuknya akarakar baru pada pangkal batang.
f. Pengendalian hama penyakit
Tanaman Sorgum termasuk tanaman yang sedikit terserang hama penyakit
bila dibandingkan dengan tanaman lainnya. Namun terdapat beberapa hama
dan penyakit tanaman sorgum yang utama seperti :
· Lalat bibit (
Atherigona exiqua Stein)
Lalat bibit ini menyerang tanaman di bagian pangkal batang tanaman
dengan menggerek dan menyerang tanaman sorgum muda (berumur 3 minggu
setelah tanam) sehingga menyebabkan berlubang kecil tidak teratur dan
akhirnya tanaman menjadi layu mati. Pengendalian lalat bibit dapat
dilakukan dengan melakukan pertanaman serempak dan menaburkan
insektisida 10 kg Furadan 3 G per hektar pada saat tanam.
· Ulat Tanah (
Agrotis sp)
Ulat ini biasanya menyerang tanaman pada malam hari dengan sasaran
tanaman sorgum stadium muda. Serangannya menyebabkan pangkal batang
tanaman terpotong tepat diatas permukaan tanah sehingga bekas
serangannya tampak terkulai. Cara pengendalian dengan menaburkan
insektisida Furadan 3 G berdosis 20 30 kg/ha yang dilakukan bersamaan
saat penanaman.
· Hama bubuk
Disebabkan oleh serangan
Sitophilus sp yang menyerang biji
sorgum di gudang penyimpanan. Serangga ini menyerang biji sorgum yang
berlubanglubang dan keropos sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Pengendalian hama bubuk ini dengan cara menyimpan biji sorgumyang
dicampur dengan serbuk daun putri malu (
Mimosa pudica) dengan
perbandingan 10 : 1. Hal ini disebabkan karena daun putri malu
mengandung protein mimosan yang dapat merusak dan menghambat pertumbuhan
larva hama bubuk.
· Karat daun
Gejala serangannya adalah munculnya nodanoda kecil berwarna merah
karat yang kemudian diikuti dengan timbulnya massa tepung berwarna
coklat kekuningkuningan yang menutupi permukaan daun. Pengendaliannya
dengan cara memangkas daun yang terinfeksi berat dan melakukan
pergiliran/rotasi tanaman.
· Bercak daun
Ditandai dengan munculnya bercak bulat berukuran kecil dan berwarna
kuning yang dikelilingi warna coklat pada daun yang terinfeksi.
Pengendalian penyakit bercak dapat dilakukan dengan menanam varietas
yang tahan (Mandau) dan disemprot dengan fungisida (Dithane M45 atau
Antracol 70 WP).
· Kapang Jelaga
Gejala serangan pada permukaan atas daun tertutup oleh lapisan yang
berwarna hitam, kering dan tipis dan dapat dikendalikan dengan
menyemprotkan kapur atau menghembuskan belerang
IV. PANEN DAN PASCA PANEN
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal, waktu musim penanaman
diusahakan tepat sehingga pada saat pemasakan biji sampai panen berada
pada musim kering. Karena apabila pada waktu pemasakan pada musim hujan
dikhawatirkan banyak biji yang busuk dan berkecambah.
Kualitas dan kuantitas hasil panenan sorgum sangat ditentukan oleh
ketepatan waktu (baik tanam maupun panen), cara panen dan penanganan
pasca panen.
4.1 Panen
Tanaman sorgum sudah dapat dipanen pada umur 3 – 4 bulan tergantung
varietas. Penentuan saat panen sorgum dapat dilakukan dengan berpedoman
pada umur setelah biji terbentuk atau dengan melihat ciriciri visual
biji. Pemanenan juga dapat dilakukan setelah terlihat adanya cirri-ciri
seperti daun-daun berwarna kuning dan mengering, biji -biji bernas dan
keras serta berkadar tepung maksimal.
Tabel 2. Umur Panen Tanaman Sorgum Berdasarkan Varietas
No.
Varietas
Umur Panen (hst)
1.
Malang No. 26
110 – 120
2.
Birdproof No. 65
105 – 115
3.
Katengu No. 183
105 – 115
4.
Pretoria No. 184
100 – 105
5.
Cempaka (Ekwangit)
100 – 110
6.
Numbu
100 – 105
7.
Kawali
100 – 110
Panen yang dilakukan terlambat atau melampaui stadium buah tua dapat
menurunkan kualitas biji. Biji-biji akan mulai berkecambah bila
kelembaban udara cukup tinggi. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada
keadaan cuaca cerah/terang. Pada saat pemanenan sebaiknya pemotongan
dilakukan pada pangkal tangkai/malai buah sorgum dengan panjang sekitar
15 – 25 cm.
Untuk meningkatkan produksi sorgum dapat dilakukan budidaya lanjutan
dengan cara ratun (ratoon) yaitu pemangkasan batang tanaman pada musim
panen pertama yang dilanjutkan dengan pemeliharaan tunas-tunas baru
pada periode kedua.
Adapun tata cara budidaya sorgum ratun setelah panen musim pertama adalah sebagai berikut :
· Seusai panen pada musim pertama segera dilakukan pemotongan batang yang tua
tepat diatas permukaan tanah.
· Tanah disekitar tanaman sorgum dibersihkan dari rumput liar/gulma.
· Di buatkan larikan kecil sejauh 10 15 cm dari pangkal batang tanaman sorgum
kemudian disebarkan pupuk yang terdiri dari 45 kg Urea + 100 kg TSP + 50 kg
KCl per hektar. Satu bulan kemudian diberikan pupuk susulan berupa 90 kg
Urea/ha.
· Tanaman yang berasal dari tunas-tunas baru (ratun) dipelihara dengan baik seperti
pada pemeliharaan tanaman periode pertama.
· Pada stadium buah tua dilakukan panen musim ke dua.
Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah tata cara pemotongan
batang tanaman. Pemotongan harus tepat dilakukan diatas permukaan tanah
agar tunas-tunas baru tumbuh dari bagian batang yang berada di dalam
tanah. Ratoon sorgum dapat dilakukan 2-3 kali. Dengan pemeliharaan
yang baik, dapat diperoleh hasil ratoon menyamai atau melebihi tanaman
induknya, seperti terlihat pada Tabel 3.
4.2 Pasca Panen
a. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dijemur
dibawah sinar matahari atau dengan menggunakan mesin pengering. Lama
penjemuran hingga biji sorgum berkadar air 12% – 14% adalah sekitar 60
jam.
b. Perontokkan
Biji sorgum dirontokan dari malainya dengan cara diirik atau
dapatpula dengan menggunakan mesin perontok. Biji sorgum dibersihkan
dari kotoran atau limbah (sekam) kemudian dijemur ulang dengan
disebarkan secara merata diatas lantai jemur.
c. Pewadahan dan Penyimpanan
Biji sorgum segera diwadahi dalam karung, tiap karung sebaiknya
berkapasitas 25 kg 50 kg, kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan
yang kering dan berventilasi baik.
V. PROSPEK, KENDALA, DAN SOLUSI PENGEMBANGAN SORGUM
5.1 Potensi Lahan dan Produksi Sorgum
Areal yang berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat
luas, meliputi daerah beriklim kering atau musim hujannya pendek serta
tanah yang kurang subur. Daerah penghasil sorgum dengan pola
pengusahaan tradisional adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak,
Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa
Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Di lahan tegal dan sawah tadah hujan, sorgum ditanam sebagai tanaman
sisipan atau tumpang sari dengan padi gogo, kedelai, kacang tanah atau
tembakau, sehingga luas tanaman sorgum yang sesungguhnya agak sulit
diukur. Demikian juga di lahan sawah, sorgum sering ditanam secara
monokultur pada musim kemarau, namun sejak awal tahun 1980-an tanaman
ini terdesak oleh tanaman lain, seperti jagung, kedelai, tebu,
semangka, dan mentimun.
Rata-rata luas tanam dan produktivitas sorgum pada beberapa daerah
sentra produksi sorgum di Indonesia cukup bervariasi (Tabel 3). Variasi
tersebut disebabkan oleh perbedaan agroekologi serta teknologi budi
daya yang diterapkan oleh petani, terutama varietas dan pupuk.
Pengusahaan sorgum terbesar di Indonesia terdapat di Jawa Tengah,
disusul oleh Jawa Timur, DI Yogyakarta, serta NTB dan NTT. Rata-rata
produktivitas sorgum tertinggi dicapai di Amerika Serikat, yaitu 3,60
t/ha, bahkan secara individu dapat mencapai 7 t/ha.
Produktivitas yang tinggi ini dapat dicapai dengan menerapkan
teknologi budi daya secara optimal, antara lain penggunaan varietas
hibrida, pemupukan secara optimal, dan pengairan. Sebaliknya di
beberapa negara produsen sorgum, rata-rata produktivitas sorgum masih
di bawah 1 t/ha, yang disebabkan oleh pengaruh iklim yang kering,
penggunaan varietas lokal yang hasilnya rendah, pemupukan minimal, dan
penanaman secara tumpang sari. Luas areal sorgum dunia sekitar 50 juta
hektar setiap tahun dengan total produksi 68,40 juta ton dan rata-rata
produktivitas 1,30 t/ha. Negara penghasil sorgum utama adalah India,
Cina, Nigeria, dan Amerika Serikat, sedangkan Indonesia termasuk negara
yang masih ketinggalan, baik dalam penelitian, produksi, pengembangan,
penggunaan, maupun ekspor sorgum.
Meskipun dalam jumlah yang terbatas, produksi sorgum Indonesia telah
diekspor ke Singapura, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan Jepang untuk
digunakan sebagai bahan baku pakan serta industri makanan dan minuman.
Ekspor sorgum selama Pelita V mencapai 1.092.400 kg dengan nilai US$
116.211, sedangkan impor sorgum mencapai 4.615 kg atau US$ 3.988,
sehingga masih terjadi net ekspor 1.087.785 kg atau perolehan nilai
devisa US$ 112.233.
Hingga kini, perkembangan produksi sorgum nasional belum masuk dalam
statistik pertanian, yang menunjukkan bahwa komoditas tersebut belum
mendapat prioritas untuk dikembangkan. Namun ditinjau dari daerah
pengusahaan yang cukup luas, rata-rata produktivitas yang lebih tinggi
dibanding Negara produsen utama sorgum, serta adanya defisit permintaan
sorgum di beberapa negara, sorgum mempunyai prospek yang cukup cerah
di Indonesia
5.2 Prospek Sorgum sebagai Bahan Pangan, Pakan, dan Industri
Penggunaan sorgum sangat beragam, tetapi secara garis besar dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai bahan pangan, bahan
pakan, dan bahan industri.
Sorgum sebagai Bahan Pangan
Sorgum mempunyai potensi cukup besar sebagai bahan pangan, namun
pemanfaatannya belum berkembang karena pengupasan biji sorgum cukup
sulit dilaksanakan. Di Indonesia, biji sorgum digunakan sebagai bahan
makanan substitusi beras, namun karena kandungan taninnya cukup tinggi
(0,40−3,60%), hasil olahannya kurang enak. Masalah ini telah dapat
diatasi dengan memperbaiki teknologi pengolahan. Kulit biji dan
lapisan testa dikikis dengan menggunakan mesin penyosoh beras merek “
Satake GrainTesting Mill” atau “
Satake Polisher Rice Machine” yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu dengan permukaan yang kasar.
Kandungan nutrisi sorgum juga cukup tinggi dibanding bahan pangan
lainnya, sehingga cukup potensial sebagai bahan pangan substitusi
beras. Begitu pula kandungan asam aminonya tidak kalah dengan bahan
makanan lainnya. Beberapa jenis makanan dari sorgum berdasarkan cara
pengolahannya yaitu :
• Makanan sejenis roti tanpa ragi, misalnya chapati, tortila
.
• Makanan sejenis roti dengan ragi, misalnya injera, kisia, dosai.
• Makanan bentuk bubur kental, misalnya to, tuwu, ugali, bagobe, sankati.
• Makanan bentuk bubur cair, misalnya ogi, ugi, ambili, edi.
• Makanan camilan, misalnya pop sorgum, tape sorgum, emping sorgum.
• Sorgum rebus, misalnya: urap sorgum, som.
• Makanan yang dikukus, misalnya couscous, wowoto, juadah-sorgum.
Sorgum sebagai Pakan Ternak
Penggunaan biji sorgum dalam ransum pakan ternak bersifat suplemen
(substitusi) terhadap jagung, karena nilai nutrisinya tidak berbeda
dengan jagung. Namun karena kandungan tannin yang cukup tinggi
(0,40-3,60%), biji sorgum hanya digunakan dalam jumlah terbatas karena
dapat mempengaruhi fungsi asam amino dan protein. Kandungan tanin
dalam ransum di atas 0,50% dapat menekan pertumbuhan ayam, dan apabila
mencapai 2% akan menyebabkan kematian.
Biji sorgum dapat diberikan langsung berupa biji atau diolah
terlebih dulu dan dicampur dengan bahan-bahan lain dengan komposisi
sebagai berikut: biji sorgum 55-60%, bungkil kedelai/kacang tanah 20%,
tepung ikan 2,50-20%, dan vitamin-mineral 2-8%. Penggunaan sorgum
30−60% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap performa ayam. Sorgum
dapat mengganti seluruh jagung dalam ransum pakan ayam, itik, kambing,
babi, dan sapi tanpa menimbulkan efek samping.
Penggunaan biji sorgum dalam ransum dengan berbagai rasio tidak
mempengaruhi produksi telur dan bobot ayam. Limbah sorgum (daun dan
batang segar) dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Potensi
daun sorgum manis sekitar 14-16% dari bobot segar batang atau sekitar 3
t daun segar/ ha dari total produksi 20 t/ha. Setiap hektar tanaman
sorgum dapat menghasilkan jerami 2,62 t bahan kering. Konsumsi
rata-rata setiap ekor sapi adalah 15 kg daun segar/hari.
Daun sorgum tidak dapat diberikan secara langsung kepada ternak,
tetapi harus dilayukan dahulu sekitar 2-3 jam. Nutrisi daun sorgum
setara dengan rumput gajah dan pucuk tebu. Komposisi kimia dari limbah
sorgum yang didukung oleh nilai daya cerna dan komponen serat dari
limbah tersebut, tidak kalah dibanding jerami jagung dan pucuk
tebu.
Sorgum sebagai Bahan Industri
Biji sorgum mengandung 65-71% pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula
sederhana. Biji sorgum dapat dibuat gula atau glukosa cair atau
sirup fruktosa sesuai dengan kandungan gula pada biji. Gula sederhana
yang diperoleh dari biji sorgum selanjutnya dapat difermentasi untuk
menghasilkan alkohol.
Setiap ton biji sorgum dapat menghasilkan 384 liter alkohol. Alkohol
umumnya dibuat dari biji sorgum yang berkualitas rendah atau berjamur.
Alkohol dapat juga dibuat dari nira sorgum yang terdapat dalam batang.
Kualitas nira sorgum manis setara dengan nira tebu, kecuali kandungan
amilum dan asam akonitat yang relative tinggi. Kandungan amilum yang
tinggi tersebut merupakan salah satu masalah dalam proses kristalisasi
nira sorgum sehingga gula yang dihasilkan berbentuk cair. Untuk
mengatasi masalah tersebut, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI) telah merekayasa alat “
Amylum Separator” yang mampu menurunkan kandungan amilum sampai 50% dari kadar awal.
Biji sorgum juga dapat dibuat pati (
starch) yang berwarna
putih. Pati sorgum digunakan dalam berbagai industri, seperti perekat,
bahan pengental, dan aditif pada industri tekstil, sedangkan hasil
samping dari pembuatan pati dapat digunakan sebagai makanan ternak.
Pati merupakan bahan utama pada berbagai sistem pengolahan pangan,
antara lain sebagai sumber energi utama, serta berperan sebagai penentu
struktur, tekstur, konsistensi, dan penampakan bahan pangan.
Sorgum dapat digunakan sebagai pengganti dalam industri pati jagung
karena adanya beberapa persamaan, namun ekstraksi pati sorgum masih
menjadi masalah. Pengikatan pati pada sorgum berkisar antara 35-38%,
sedangkan pada jagung 8-15% .
Produk industri penting dari biji sorgum adalah bir. Selama dekade
terakhir, biji sorgum dapat menggantikan barley dalam pembuatan bir.
Sifat kimia biji sorgum yang sangat penting dalam pembuatan bir adalah
aktivitas diastatik, alfa-amino nitrogen, dan total nitrogen yang dapat
larut. Namun, konsentrasi amilopektin yang tinggi dalam pati sorgum
menyebabkan pati sangat sulit dihidrolisis. Aktivitas diastatik yang
tinggi dapat meningkatkan fraksi albumin-globulin protein, di mana
albumin dan alfa-amino protein digunakan untuk faktor rasa, stabilitas
busa, dan kepekaan dingin dari bir.
5.3 Kendala dan Solusi Pengembangan Sorgum
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri
yang terus meningkat, serta untuk meningkatkan pendapatan petani di
daerah beriklim kering, pengembangan sorgum merupakan salah satu
alternatif yang dapat dipilih.
Di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan atau mendapat
genangan banjir, tanaman sorgum masih dapat diusahakan. Oleh karena
itu, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi
sorgum melalui perluasan areal tanam. Pengembangan sorgum juga berperan
dalam meningkatkan ekspor nonmigas, mengingat pemanfaatan sorgum di
luar negeri cukup beragam. Menurut Direktorat Bina Usaha Tani dan
Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, volume ekspor sorgum Indonesia ke
Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia mencapai 1.092,40 ton atau
senilai US$ 116.211. Demikian juga di Thailand, pada tahun 1979 ekspor
sorgum dapat menyumbang devisa 371 juta Bath (Rp 26 miliar) dari volume
ekspor 170.000 ton ke Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, daTimur
Tengah. Dengan demikian terdapat peluang untuk meningkatkan ekspor
sorgum ke luar negeri.
Tantangan dalam pengembangan sorgum adalah harga sorgum di tingkat
petani yang rendah terutama pada saat panen serta kesulitan dalam
pengupasan biji. Nilai sorgum yang rendah dapat diatasi apabila sorgum
dapat diangkat menjadi salah satu komoditas strategis dalam
pengembangan sistem agribisnis dan agroindustri. Sementara itu
kesulitan pengupasan biji sorgum diatasi dengan pengadaan mesin
penyosoh beras tipe “
Satake Polisher Rice Machine”. Penyosohan dengan alat ini dapat menghasilkan beras sorgum yang bersih dan tidak pahit.
Masalah penggunaan sorgum sebagai bahan pakan adalah kandungan tanin
yang cukup tinggi. Namun masalah ini dapat diatasi dengan menyosoh
beras sorgum dengan mesin penyosoh beras yang dilengkapi dengan
silinder gurinda batu.
Demikian juga jerami sorgum cukup potensial sebagai pakan ternak,
namun kandungan serat, lignin dan silika yang tinggi serta kadar
nitrogen yang rendah merupakan kendala pemanfaatan jerami sorgum untuk
pakan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas
jerami sorgum melalui suplemen urea atau amoniasi urea.
Tantangan pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budi daya dan
pascapanen serta jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budi
daya sorgum spesifik lokasi belum tersedia, teknologi budi daya sorgum
hampir sama dengan jagung, sehingga tantangan yang paling mendasar
adalah penyediaan teknologi pascapanen baik primer maupun sekunder
serta jaminan pasar dan permintaan.
Secara umum, masalah utama dalam pengembangan sorgum adalah sebagai berikut :
- Nilai keunggulan komparatif dan kompetitif ekonomi sorgum relative rendah
dibandingkan komoditas serealia lain.
2. Pascapanen sorgum (peralatan dan pengolahan) pada skala rumah tangga masih sulit dilakukan.
3. Pangsa pasar sorgum belum kondusif, baik di tingkat regional maupun nasional.
4. Penyebaran informasi serta pembinaan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
5. Biji sorgum mudah rusak selama penyimpanan.
6. Ketersediaan varietas yang disenangi petani masih kurang.
7. Penyediaan benih belum memenuhi lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu, dan tempat).
5.4 Dukungan Teknologi dan Kebijakan Operasional
Untuk menciptakan sistem agribisnis dan agroindustri sorgum,
ketersediaan teknologi mutlak diperlukan, yang meliputi teknologi budi
daya serta pascapanen/ pengolahan . Teknologi budi daya sorgum
meliputi:
- varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan kekeringan,
genangan, dan ratun, rasa manis dengan rendemen gula tinggi dan kadar
amilum rendah,
2. teknologi budi daya spesifik lokasi,
3. perlindungan tanaman secara terpadu, serta
4. pengaturan saat tanam/pergiliran tanaman.
Teknologi tersebut diperoleh melalui penelitian yang meliputi :
a. penelitian teknologi budi daya sorgum spesifik lokasi,
b. penelitian terapan, dan
c. penelitian terpadu dan terapan di lahan petani (
on-farm research).
Program pengembangan sorgum mencakup:
1. evaluasi teknologi dan penyusunan paket teknologi,
2. penyebaran varietas unggul,
3. pengembangan interaksi antara peneliti, penyuluh, instansi terkait, dan petani dalam proses alih teknologi, dan
4. pemantauan bersama antara peneliti, penyuluh, instansi
terkait, pengambil kebijakan, dan petani pada penelitian di lahan
petani.
Dalam pengembangan sorgum untuk industri diperlukan keterkaitan
antara kebijakan pemerintah, petani produsen, dan industry mulai dari
penelitian (perakitan teknologi), pengembangan (alih teknologi),
produksi (penyediaan sarana produksi), pelaksanaan
agribisnis/agroindustri (pengumpulan, penyimpanan, pemasaran, dan
pengolahan), dan penggunaan hasil (industry makanan dan minuman,
industri pakan,
industri gula dan maltose, dan ekspor).
Pengembangan sorgum perlu memperhatikan empat hal yaitu:
1. wilayah/ tipologi lahan, (areal tanaman sorgum),
2. sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha taninya),
3. ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), dan
4. industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri).
VI. KESIMPULAN
Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang cukup potensial
untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi
lingkungan yang cukup luas. Teknik budidaya tanaman yang relatif
mudah; tidak banyak perbedaan dengan budidaya tanaman jagung yang sudah
biasa dilakukan oleh petani.
Biji sorgum dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, sebagai
bahan pakan ternak, dan sebagai bahan baku industri. Biji sorgum
mempunyai nilai gizi setara dengan jagung, namun kandungan taninnya
tinggi dan biji sulit dikupas. Perbaikan teknologi pengolahan dengan
menggunakan penyosoh beras merek “
Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu dapat mengatasi masalah tersebut.
Masalah utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan komparatif
dan kompetitif sorgum yang relatif rendah, penerapan teknologi
pascapanen yang masih sulit, biji mudah rusak dalam penyimpanan, dan
usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan system
produksi sorgum secara menyeluruh (holistik) melalui empat dimensi,
yaitu: 1) wilayah (areal tanam sorgum), 2) ekonomi (nilai keunggulan
komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), 3) sosial
(sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha
taninya), dan 4) industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku
industri makanan dan pakan ternak).
Sumber:
http://edysof.wordpress.com/2011/04/21/aspek-budidaya-prospek-kendala-dan-solusi-pengembangan-sorgum-di-indonesia/